Kali ini yuk kita coba bahas masalah yang rada sensitif dan
sepertinya lagi “hot” di dunia otomotif roda dua tanah air. Yap, soal
plagiarisme atau peniruan/pencatutan suatu merk atau desain, atau dengan istilah
kerennya, “barang kw”. Gimana nih pendapat brader-brader sekalian tentang
eksistensi barang kw di dunia otomotif?
R9, Brand asli Indonesia yang menembus Moto3
Barang kw atau barang tiruan di negara kita sebenarnya sudah
lama eksis. Kalo nggak percaya, coba tengok jaket-jaket kulit sintetis yang
dijual di pinggir-pinggir jalan bro, dari jaman era orde baru sudah banyak
ditemui tulisan “Dainese” atau “fox” terpampang disana, hehehe. Tapi saat ini
kita hidup dalam era arus informasi yang begitu kencang dan luas. Merk-merk
dagang catutan tersebut adakalanya terpantau oleh si pemegang hak merk, dan bisa jadi timbul tuntutan secara hukum. Seperti masalah yang gencar baru-baru ini, produsen
knalpot Brock memampang jelas dalam website-nya tentang adanya barang tiruan
yang beredar di beberapa negara, termasuk negara kita tercinta ini, dan
mengancam akan mengambil tindakan tegas jika hal tersebut terus terjadi. Bahkan
dalam penuturan Ronald Sinaga, pemilik www.duniamotor.com, produsen-produsen
knalpot kelas dunia sudah banyak mengetahui dan memantau perkembangan pemalsuan
merk dan desain knalpot mereka yang salah satu basis produksinya berada di Indonesia.
Respiro, Brand asli Indonesia yang menembus Moto2
Kasus yang tidak kalah panasnya, adalah desain helm dari
salah satu produsen helm tanah air, yang secara gamblang menduplikasi
desain merk helm terkenal di dunia. Tidak cukup hanya desain
grafisnya, sampai desain eksterior helm pun dibuat serupa. Bahkan salah
satu desainer grafis produsen helm tersebut yang ternyata adalah orang Indonesia,
berteriak lantang di internet bahwa desainnya telah dicuri oleh pabrikan helm lokal tersebut.
KYT, Brand asli Indonesia yang menembus MotoGP tanpa menjiplak
Contoh kasus di atas bisa menjadi pelajaran bagus bagi kita.
Sudah saatnya para penggiat otomotif di tanah air memahami pentingnya hak sebuah
merk. Selain merugikan orang lain, pencurian sebuah merk akan mengakibatkan produk
kita tenggelam oleh nama besar merk orang lain yang kita tiru. Sebagai contoh,
jika produsen knalpot menggunakan merk orang lain untuk produknya, katakanlah “Akrapovic”,
maka orang hanya akan mengenal produsen tersebut sebagai pembuat knalpot
Akrapovic kw/palsu. Sedangkan jika produsen tesebut menggunakan merk dagangnya
sendiri, misalnya “Knalpotku”, maka orang akan mengenalnya sebagai produsen
knalpot “Knalpotku”. Dengan meniru merk dan produk orang lain, secara tidak
langsung telah memasung kreativitas produsen itu sendiri. Dari segi bisnis,
selain merugikan orang lain, tentu juga merugikan diri sendiri, karena produk
kita tidak akan berkembang dan terkenal jika masih mendompleng merk orang lain.
Federal Oil, Brand oli lokal yang menembus Moto2
Ibarat dua sisi mata uang, sisi sebaliknya dari fenomena
plagiarisme ini adalah konsumen. Produsen akan terus memproduksi barang
kw/palsu selama permintaan terhadap barang tersebut masih tinggi. Kesadaran akan
hak sebuah merk, tentu diperlukan disini. Jika para konsumen mengeluhkan akan
tingginya harga-harga barang dengan merk impor, selalu ada alternatif untuk
menggunakan produk lokal yang menggunakan merk dagangnya sendiri. Dengan kualitas
yang tentunya lebih terjamin dibandingkan produk kw/palsu. Karena produsen yang
menggunakan merk mereka sendiri, tentu lebih bertanggung jawab atas kualitas
produksinya. Apalagi saat ini merk-mek lokal kita sudah hadir dalam berbagai
segmen, mulai dari aksesoris motor, sparepart, hingga perlengkapan riding
seperti helm, jaket, celana dan sebagainya. Dengan membeli barang-barang bermerk
original lokal ini, secara tidak langsung kita telah membantu menghargai
kreativitas produsen-produsen tanah air. Kita terhindar dari mendukung
pemalsuan produk, dan kita turut mendukung kemajuan merk-merk lokal kita
sendiri. Kurang OK gimana tuh bro, yuk tinggalkan kw!
0 komentar:
Post a Comment